Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengatakan justru anggaran ke luar negeri tertinggi adalah untuk perjalanan dinas Presiden yang mencapai sekitar Rp 179,034 miliar. Menurut Sekretaris Jenderal FITRA, Yuna Farhan, hal tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan presiden yang menginginkan adanya penhematan anggaran. "Presiden bilang belanja perjalanan harus dihemat-hemat. Padahal dia yang paling besar," katanya dalam jumpa pers di Bakoel Koffie, Cikini, hari ini (19/9).
Besarnya anggaran tersebut, lanjut Yuna, dikarenakan dalam setiap perjalanan dinasnya Presiden menggunakan pesawat carteran beserta rombongannya. Padahal anggaran itu bisa dikurangi jika presiden menggunakan pesawat komersil. "Beberapa kepala negara, seperti di Singapura, masih menggunakan pesawat komersil dalam melakukan perjalanan dinasnya," kata Yuna.
Dalam kesempatan yang sama, Uchok Sky Kadhafi, Koordinator investigasi dan advokasi Sekretariat Nasional FITRA mengatakan, anggaran perjalanan dinas Presiden ke luar negeri di RAPBN 2011 sekitar Rp 180,865 miliar. Anggaran itu belum ditambah dengan rencana Presiden untuk membeli pesawat 737-800 boeing business jet 2 di 2011 yang anggarannya sekitar US$ 85,4 juta.
Rencana anggaran pembelian pesawat itu, terang Uchok, berbeda dengan harga pesawat tersebut. Menurut dia, untuk jenis pesawat yang sama lengkap dengan interiornya pernah dibeli oleh seseorang kaya raya di India dengan harga 70 juta dolar Amerika. "Rencana anggaran yang 85,4 juta dollar Amerika itu hanya pesawatnya saja. Belum interiornya, segala macamnya," ujar dia.
Menanggapi soal rencana pembelian pesawat tersebut, Yuna mengatakan, logika yang digunakan pemerintah itu merupakan logika terbalik. Pasalnya pembelian pesawat itu diharapkan untuk menghemat anggaran pencarteran pesawat saat Presiden ke luar negeri. Padahal dia menganggap jika Presiden menggunakan pesawat komersil maka anggarannya akan jauh lebih sedikit.
"Dia (Presiden) bilang harus hemat, tapi dia melakukan itu. Padahal 1/3 APBN kita ini untuk utang, dana untuk kemiskinan dan bos itu asalnya dari utang. Ini kan menyakitkan publik. Uang rakyat yang dari pajak itu kan harusnya untuk memberantas kemiskinan ini malah justru digunakan para elit-elitnya ke luar negeri," tutur Yuna.
credit : yahoo.com
tempointeraktif
Senin, 20 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar